Thursday 22 November 2012

Send data from Intouch to Ms. Office Excel (file.csv)

“HI Bro”, kayaknya bahasa ini bakalan menyebar luas ga hanya dikalangan ABG dan alay, tetapi juga bakal merambah kalangan orang tua bahkan sampai mbahe. Apa iya? Ya, tentu saja. Ini dikarenakan salah satu pabrikan motor terkemuka di Indonesia bakalan meluncurkan product baru, motor berkapasitas 150 cc yang memiliki fitur terbaru jika pertama kali dihidupkan ada pesan “HI Bro” yang muncul pada display speedometer, wkwkwkwk…
Ok cukup untuk salam sapanya, langsung saja ya. Kali ini saya akan coba bahas cara buat log file atau mungkin lebih tepatnya bikin report dari intouch ke file .csv (file ini bias dibuka pake Ms. Office excel).
File project intouch yang saya gunakan disini adalah file project yang sudah pernah saya buat untuk project Cold Store 2. Saya akan coba kirim beberapa data ke file.csv dengan sedikit script di intouch.
Buka Intouch, windowmaker, buka salah satu window yang akan kita buatkan action script nya.
Trigger tulis file.csv yang saya bikin disini berupa button. Untuk aplikasi sebenarnya bisa menggunakan timer, ataupun interlock program untuk menulisnya. Buat dua buah object seperti gambar dibawah(print header & print data).


 
Klik kanan pada salah satu object(print data), pilih animation link.


 
Klik action, maka akan muncul pop up menu untuk kita tilis script.


 
Gampangnya samain aja script nya kaya contoh dibawah. Script ini digunakan untuk menulis data isian ke file.csv, dah saya kasi penjelasan tu di-script-nya. Kalau belum puas bias baca help nya, lengkap kok. Info tambahan, tag/data yang saya ambil itu data set point dan actual temperature.



 
Nah kalau data2 saja yang ditulis kan bingung tu data2 tersebut dipakai buat apa, berikut ini script untuk bikin header. Bisa dibikin bareng sama script diatas atau buat script nya di object yang kedua (print header) contoh saya buat terpisah.



 
Ok, save window, open windowviewer, pada window yang kita buat tambahan object baru, klik print header, klik print data beberapa kali, maka pada path yang kita tunjuk akan dibuat file report.csv yang kalau kuta buka akan berisi data2 yang kita kirim dari intouch.




Mudah kan  . . . sekian terima kasih J

Saturday 3 November 2012

Komunikasi PLC Emulate 5000 ke Intouch 10.1

Kali ini kita akan bahas secara singkat cara komunikasi antara Emulate 5000(simulator PLC AB) dengan intouch via RSLINX. Ini sangat diperlukan untuk melakukan pengetesan terhadap program PLC yang telah kita buat apakah sudah sesuai dengan requirement customer atau belum. Terlebih jika program yang akan dijalankan ke real PLC tidak boleh ada kesalahan karena system yang akan dijalankan dengan program PLC yang kita buat bersifat critical.
Pertama rekan2 buat simple project di RSlogix5000, jangan lupa controller  yang akan kita pakai bukan controller yang sebenarnya tetapi virtual controller (emulator).
Add backplane – add module (emulator controller) lihat gambar.




Setelah hardware configuration selesai dibuat, langkah selanjutnya bikin salah satu tag yang akan kita pakai untuk tes komunikasi dari PLC emulator ke Intouch.
Contoh tag “E401.CONTROL”

Open RSLogix Emulate 5000, pada slot yang kosong klik kanan add module (emulate 5000). Jangan lupa emulator ini kita tempatkan pada slot sesuai dengan hardware configuration yang telah kita buat di RSLogix 5000. Karena program yang saya buat di RSLogix 5000 emulator ada di slot 11, maka seperti pada gambar dibawah, emulator PLC saya tempatkan di slot 11.

Selanjutnya kita akan download program yang kita buat ke Emulate 5000, tetapi sebelum itu kita mesti buat jalur komunikasi dari Program RSLogix 5000 ke Emulate 5000. Caranya, open RSLINX, klik configure drivers, pada pop up configure drivers add new drivers, pilih virtual backplane kemudian start drivers, check autobrowse pada RSLINX.

“Tuing” PLC emulate 5000 terdeteksi di RSLINK(lihat gambar dibawah),maka kita bisa download program dari RSLogix 5000 ke Emulate 5000. Jangan lupa untuk compile program yang telah kita buat untuk memastikan tidak ada error.  Setelah didownload, run PLC Emulate 5000.

Langkah selanjutnya kita akan komunikasikan PLC Emulate 5000 ke scada InTouch, InTouch yang saya pakai disini adalah InTouch versi 10.1.
Pada RSLINX klik communication, klik Topic configuration maka akan muncul pop up seperti gambar dibawah. Klik new (contoh “CoolerCS2”) dan sesuaikan setting nya sesuai dengan gambar dibawah.

Selesai dengan setting pada RSLINK, open Intouch, buat project baru, masuk ke window maker. Pada Tools – configure new access names, contoh Cooler CS2. Access names yang kita buat ini adalah access names yang akan kita pakai pada tag yang kita komunikasikan dengan PLC Emulate 5000.
Singkat saja, samain settingnya kaya gambar dibawah, OK, Close.

Open Tagname Dictionary (tools – configure – tagname dictionary) maka muncul pop up seperti gambar dibawah. Klik new contoh E401_CONTROL pada access names pilih CoolerCS2 yang tadi sudah kita buat. Pada Item, ini sesuai dengan tag yang kita buat di program PLC. Save Close.

Pada menu window Intouch, buat new window. Buat simple object (Bisa button, kotak, lingkaran) klik kanan pada object yang kita buat pilih animation link, pada pop up yang muncul klik discrete input, pilih toggle switch, ketik tag yang sudah kita buat tadi pada isian tag (E401_CONTROL), OK, Close (maaf gambar belum lengkap).
Save window. Klik runtime, untuk tes klik animasi yang kita buat tadi, contoh gambar dibawah selector switch saya buat ON maka kita akan lihat status tag pada PLC via RSLogix 5000 akan ikut berubah ON.



Sekian Terima Kasih.

Saturday 29 September 2012

RTD / Temperature Measurment (volume 2)

Menyambung posting saya beberapa bulan yang lalu tentang temperature, pada kesempatan kali ini akan sedikit saya ulas tentang sensor temperature jenis RTD.

Resistance Temperature Detectors (RTD)

Prinsip kerja elemen resistansi didasarkan pada perubahan hambatan sebuah konduktor ketika terjadi perubahan temperatur. Utamanya RTD digunakan untuk aplikasi yang memerlukan akurasi yang tinggi, range temperature yang sempit dan respon yang linier.

Ada 2 tipe konstruksi elemen RTD :
1.       Wire Wound
Wire wound RTD terdiri dari sebuah lilitan coil yang dikelilingi oleh isolasi listrik (biasanya kaca atau keramik) dan diproteks diproteksi oleh perisai stainless steel.
Penggunaannya terbatas untuk temperatur yang tidak terlalu tinggi karena akan terjadi regangan (strain) yang berbeda antara coil dan isolasi pada temperatur tinggi.

2.       Thin Film

Thin Film RTD memiliki ukuran yang sangat kecil dan dibuat dengan teknik yang sama seperti pembuatan komponen elektronik di IC (Integrated Circuit) menggunakan teknik lapisan tipis (thin layer). Lapisan tipis dari sensor yang merupakan konduktor (umumnya digunakan platinum) diletakkan pada sebuah substrat keramik kemudian direkatkan untuk membentuk jalur hambatan. Lapisan tipis ini kemudian disegel dengan menggunakan lapisan material kaca. RTD tipe ini murah, ukuran yang kecil, dan memiliki respon yang cepat, namun kurang stabil.–

 
Material Sensor

Material yang digunakan sebagai sensor pada umumnya adalah Platinum yang di disain memiliki hambatan 100 ohm pada 0oC, dikenal dengan nama , Pt-100. Material sensor lainnya seperti tembaga (Cu) dan Nikel (Ni) yang memiliki hambatan 10, 40, 100, dan 120 ohm juga digunakan pada aplikasi khusus tertentu.

RTD Tembaga memiliki akurasi yang lebih rendah pada nilai hambatan rendah dibandingkan dengan RTD Platinum. Ketika RTD tembaga digunakan, kebutuhan akan akurasi harus dipertimbangkan. Kurva karakteristik masing-masing material menggambarkan hubungan antara perubahan suhu dengan perubahan hambatan pada material RTD tersebut.
Kinerja elemen hambatan didasarkan pada prinsip bahwa hambatan listrik sebuah konduktor berubah ketika terjadi perubahan temperature dan besarnya perubahan ini per 1 Temperatur. Koefisien temperature yang paling umum adalah 0.00385 Ω/Ω/oC, sesuai dengan IEC 60751.

Koefisien ini harus dipilih dan dicocokkan dengan instrument temperatur yang dihubungkan ke RTD
untuk menghindari ketidakakuratan pengukuran temperatur.

Grafik di bawah menggambarkan kurva karakteristik masing-masing tipe RTD. Range, hambatan, kelebihan, serta kekurangan masing-masing tipe RTD dijabarkan pada tabel di bawah.




Konstruksi RTD

Konstruksi umum RTD terdiri dari elemen RTD yang diletakkan pada bagian ujung, dikelilingi material mineral insulated dan dilindungi oleh perisai logam (metallic sheath).


Koneksi Kabel

Elemen RTD umumnya diletakkan di suatu rangkaian jembatan Wheatstone sehingga perub ahan
hambatan elemen RTD dapat dideteksi oleh rangkaian elektronik dengan terjadinya perubahan
tegangan pada output rangkaian jembatan wheatstone tersebut.
Berdasarkan jumlah koneksi kabel yang digunakan untuk menghubungkan elemen RTD dengan
rangkaian jembatan wheatstone ini, koneksi kabel RTD dibagi menjadi 3 tipe :

2-Wire

RTD tipe 2-Wire merupakan koneksi yang paling sederhana, hanya terdiri dari 2 kabel, namun hanya dapat digunakan jika total hambatan kabel rendah dibandingkan perubahan hambatan dari RTD. RTD tipe ini rentan terhadap kesalahan akibat efek temperature lingkungan yang dihasilkan oleh kabel ekstensi.
RTD tipe ini memiliki akurasi yang buruk dan harus diinstal dalam jarak yang sangat dekat (< 100 m) dengan transmitter untuk meminimalisir kesalahan akibat hambatan kabel ekstensi.
 

3-Wire

Tipe ini merupakan tipe yang paling sering digunakan, praktis, dan cukup akurat untuk aplikasi
industri. Pada RTD 3-wire ini terdapat kompensasi perubahan hambatan kabel ekstensi karena
perubahan temperature lingkungan dan panjang kabel.

Akurasi RTD tipe ini lebih baik dibandingkan RTD tipe 2-Wire karena ada tambahan 1 kabel yang berfungsi sebagai hambatan kompensasi untuk mengurangi kesalahan pengukuran akibat kabel ekstensi.
RTD tipe ini dapat diinstal pada jarak yang lebih jauh (< 600 m) dengan transmitter Dari pada RTD 2-wire.

4-Wire

4-Wire merupakan RTD yang paling mahal, namun memiliki akurasi yang paling baik diantara RTD lainnya. Kabel keempat berfungsi menambah kompensasi kabel ekstensi sehingga anghasilkan akurasi yang lebih tinggi.
Toleransi Kalibrasi

Toleransi kalibrasi RTD adalah penyimpangan maksimum yang diperbolehkan dari standard kurva karakteristik RTD. Data toleransi ini disediakan oleh vendor / manufacturer. Toleransi kalibrasi ini akan berubah ketika RTD digunakan dan perubahannya tergantung pada temperatur, waktu penggunaan, dan kondisi lingkungan. Perubahan ini tidak dapat diprediksi dengan akurat. Ada 2 kelas toleransi untuk RTD, yakni kelas A (special), dan kelas B (standard). Range toleransi yang didefinisikan dapat dilihat pada  grafik di bawah ini.

Untuk sementara bahasan saya cukup sampai disini, insya Allah pada posting selanjutnya akan saya jelaskan tentang sensor thermocouple beserta configurasi mounting untuk RTD dan thermocouple, cara terminasinya dan konstruksi sensor temperature dan aplikasinya.

Salam

Sunday 23 September 2012

CIP Station with 10 (ten) dedicated lines


Control & Block valve for heating control hot water tank capacity 65 ton

Temperature & conductivity sensor for continous control detergent tank capacity 45 ton

Air filter regulator

Flow of CIP supply monitored by magnetic flowmeter 

Matrix valve for more simple installation

P&ID



Wednesday 8 February 2012

Panduan Singkat Instalasi Profibus DP

Sedikit mengulas tentang Profibus DP, semoga bermanfaat.
Latar belakang penggunaan Profibus DP dimulai dari pemikiran tentang automation system yang sudah ada saat itu tetapi tidak efisien, baik dari segi instalasi maupun biaya yang dikeluarkan untuk membangun sebuah control system yang biasa disebut sebagai Central Automation System. Dengan system ini controller sebagai pusat automation berada di satu tempat sedangkan sensor/actuator  tersebar disemua area dimana semua instalasi sensor ini tertuju disatu tempat yaitu ke controller, sehingga memerlukan kabel yang banyak dan panjang untuk instalasinya( lewih larang)



Kemudian munculah Profibus DP sebagai protocol komunikasi berbasis RS485 yang mengubah Central Automation System menjadi Distributed Automation System. Sistem ini memberikan beberapa kelebihan dibandingkan dengan system yang lama, dimana dari sisi instalasi sangat efisien dan biaya yang dikeluarkan lebih sedikit(lewih murah).


 
Berikut ini system overview profibus DP




Profibus DP adalah teknologi  komunikasi barbasis RS485 yang memiliki system modular yang dapat digunakan sesuai fungsi module itu sendiri.
Prinsip komunikasi Profibus master/slave
-          Setipa system Profibus harus memiliki paling sedikit 1 master
-          Jumlah maximum device yang masuk dalam jaringan profibus ada 127, itu termasuk master dan slave
-          Kita bisa menggabungkan beberapa master dalam satu jaringan profibus
-          Tiap device (slave) bisa kita gunakan sampai 244 byte input /output dan diagnostic data.

Profibus DP masuk dalam kategori medium transmission
-          2-wire cable, twisted, shielded
-          RS485 - differential voltage impulses
-          for Safe Area and Zone1 installation
-          for long distance fibre optical cable
-          Wireless via radio or infrared

Kabel yang digunakan untuk Profibus DP

-          ô€‚„ Shielded, twisted two-wire conductors
-          ô€‚„ Resistance per unit length 110 Ω/km
-          ô€‚„ Wire cross section 0.8 mm²
-          ô€‚„ Red (+), Green (-)
-          ô€‚„ Device Connection via DB9 connector

Teknologi transmisi RS485

Repeater dibutuhkan apabila :

-          Panjang kabel sudah melebihi batas sehingga transfer data yang kita inginkan tidak kita peroleh.
-          Jaringan profibus yang akan kita bangun mencapai 126 node
-          Struktur bangunan yang tinggi sehingga membutuhkan percabangan segmen.


Jumlah Node number yang diijinkan :
-          Maksimum 126 alamat.
-          Maksimum 32 node per segmen
Jarak
-          Maksimum 1200 m per segmen
-          Maksimum 9 segmen yang terkoneksi via repeater
Note : Profibus DP device membutuhkan power supply terpisah


Aturan dalam jaringan Profibus :
-          Tiap segmen memiliki maksimum 32 devices termasuk master dan slave
-          Segmen pertama dan terakhir hanya memiliki 31 station (device)
-          Segmen diantara repeater maksimum 30 station (device)
-          Tiap segmen harus diterminasi pada tiap ujungnya.
-          Menggunakan aktif terminasi.


 

Sunday 5 February 2012

Instalasi Penangkal Petir

Numpang lewat buat rekan2 yang mau meluangkan sedikit waktunya untuk membaca tulisan saya, kali ini saya akan jelaskan secara singkat tentang proteksi penangkal petir.

Pengertian instalasi penangkal petir pada hakekatnya adalah instalasi yang dipasang dengan maksud untuk mencegah, menghindari dan mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh kejadian sambaran petir. dengan demikian pengertian “Penangkal petir” adalah Penangkal bahaya sambaran petir.
Parameter arus petir yang menibulkan bahaya adalah :
- Arus petir (I)
- Kecuraman arus petir (di/dt)
- Muatan arus petir (Q)
- Integral kuadrat arus impulse petir
Ada 4 tipe sambaran petir :
1. Awan ke tanah
2. Awan ke udara
3. Awan dengan awan
4. Didalam awan itu sendiri
 
PROSES TERJADINYA SAMBARAN PETIR DIBAGI MENJADI EMPAT TAHAP, YAITU :
ü PEMBENTUKAN AWAN PETIR
ü DOWNWARD LEADER
ü UPWARD LEADER
ü RETURN STROKE
PEMBENTUKAN AWAN PETIR
 
Awan adalah sekumpulan dari titik-titik uap air yang berasal dari proses pemanasan air di permukaan bumi oleh panas matahari.  Karena adanya perbedaan temperatur di udara untuk setiap ketinggian yang berbeda, maka terjadilah perbedaan tekanan udara yang menyebabkan timbulnya aliran udara dari tempat yang bertekanan udara lebih tinggi ke arah tekanan udara yang lebih rendah.  Tekanan udara yang lebih tinggi pada umumnya terjadi pada daerah ketinggiannya yang lebih rendah.  Hal ini menyebabkan adanya aliran udara naik ke atas yang akan mendorong naik titik-titik air dari hasil penguapan yang terjadi oleh pemanasan matahari.
Semakin tinggi dari permukaan bumi, maka semakin rendah temperatur udara yang menyebabkan terjadi kondensasi dari ketinggian tertentu.  Setelah mencapai temperatur kondensasi, titik-titik uap air yang terkandung pada bagian atas awan tersebut berubah menjadi kristal-kristal es.  Karena adanya aliran angin ke atas, ke samping dan ke bawah, maka terjadilah tubrukan-tubrukan atau gesekan-gesekan antara kristal-kristal es tersebut yang menyebabkan terbentuknya ion-ion positif di bagian atas dan negatif di bagian bawah darl awan tersebut.  Jenis awan seperti inilah yang menjadi cikal bakal awan petir apabila terbentuk proses lonisasi yang sangat besar.
DOWNWARD LEADER
Proses ionisasi pada awan petir tersebut akan menghasilkan medan listrik antara awan petir dan bumi.  Apabila medan listrik yang dihasilkan mencapai level breakdown voltage terhadap bumi, maka akan terjadi pelepasan elektron dari awan petir ke bumi (Downward Leader).
Pelepasan muatan elektron (Downward Leader) ini pada umumnya berupa lidah-lidah petir yang bercahaya yang turun bertahap menuju permukaan bumi dengan kecepatan rambat rata-rata 100 - 800 km/detik.
UPWARD LEADER
Terbentuknya Downward Leader dengan kecepatan yang tinggi ini menyebabkan naiknya medan listrik yang dihasilkan antara ujung lidah petir tersebut dengan permukaan bumi.  Sehingga menyebabkan terbentuknya Upward Leader yang berasal dari puncak-puncak tertinggi dari permukaan bumi.  Proses ini berlanjut hingga keduanya bertemu di suatu titik ketinggian tertentu, yang dikenal dengan Striking point.
Dengan demikian maka lengkaplah sudah pembentukan kanal lonisasi antara awan petir dan bumi, dimana kanal ionisasi ini merupakan saluran udara yang memiliki konduktifitas yang tinggi bagi arus petir yang sesungguhnya.
RETURN STROKE
Return Stroke yang diistilahkan dengan sambaran balik merupakan arus petir yang sesungguhnya yang mengalir dari bumi menuju awan petir melalui kanal ionisasi yang sudah terbentuk di atas.
 
Oleh karena kanal udara yang terionisasi ini memiliki konduktivitas yang tinggi, maka kecepatan rambat arus petir ini jauh lebih cepat, yaitu ± 20.000 - 110.000 km/detik.

Proses terjadinya petir
 
Instalasi Sistem Proteksi Petir sistem franklin (perlindungan sambaran langsung)
- Penangkap Petir (Air termination System)
- Penyalur Petir (Down Conductor)
- Pentanahan (Grounding)





INDEK RESIKO BAHAYA SAMBARAN PETIR
A : Peruntukan bangunan      (-10      0          1          2          3          5          15)      
B : Struktur konstruksi         ( 0        1          2          3 )
C : Tinggi bangunan               ( 0        2          3          4          5          -           10)      
D : Lokasi bangunan ( 0        1          2)
E : Hari guruh                        ( 0        1          2          3          4          -           7)

R         = A + B + C + D + E
            <     11             ABAIKAN
            =     11             KECIL
            =     12             SEDANG
            =     13             AGAK BESAR
            =     14             BESAR
            >     14             SANGAT BESAR     


INDEK RESIKO BAHAYA SAMBARAN PETIR
A :       Peruntukan bangunan           
            Rumah tinggal                                                            1
            Bangunan umum                                                        2
            Banyak orang                                                             3
            Instalasi gas,minyak, rumah sakit    :           5
            Gudang handak                                              :           15

B :       Struktur konstruksi
            Steel structure                                                                        0
            Beton bertulang, kerangka baja atap logam            1
            Beton bertulang,  atap bukan logam                         2
            Kerangka kayu atap bukan logam                            3

C :       Tinggi bangunan


INDEK RESIKO BAHAYA SAMBARAN PETIR           

C :       Tinggi bangunan
            s/d       6 m                  0
                        12 m                2
                        17 m                3
                        25 m                4
                        35 m                5
                        50 m                6
                        70 m                7
                        100 m              8
                        140 m              9
                        200 m              10

PENERIMA (AIR TERMINAL)
  1. Dipasang pada tempat yang akan tersambar.
  2. Daerah terlindung
  3. Tinggi lebih dari 15 cm dari sekitar
  4. Jumlah dan jarak harus diatur (daerah perlindungan 112 derajat)
Penerima dapat berupa :
  1. Logam bulat panjang yang terbuat dari tembaga
  2. hiasan,-hiasan pada atap, tiang-tiang, cerobong logam yang disambung dengan instalasi penyalur petir.
  3. Atap –atap dari logam yang disambung secara elekteris.

SYARAT-SYARAT PEMASANGAN
PENGHANTAR   PENURUNAN
  1. Dipasang sepanjang bubungan ke tanah.
  2. Diperhitungkan pemuaian dan penyusutan.
  3. Jarak antara alat pemegang penghantar maximal 1,5 meter.
  4. Dilarang memasang penghantar penurunan dibawah atap dalam bangunan.
  5. Jika ada, penurunan dipasang pada bagian yang terdekat pohon, menonjol.
  6. Memudahkan pemeriksaan.
  7. Jika digunakan pipa logam, pada kedua ujung harus disambung secara elektris.
  8. Dipasang minimal 2 penurunan.
  9. Jarak antar kaki penerima dan titik percabangan penghantar maximal 5 meter.

BAHAN PENGHANTAR PENURUNAN
  1. Kawat tembaga penampang min. 50 mm2 & Tebal minimal 2 mm.
  2. Bagian atap, pilar, dinding, tulang baja yang mempunyai massa logam yang baik.
  3. Khusu tulang beton harus memnuhi :
    1. Sudah direncanakan untuk itu
    2. Ujung-ujung tulang baja mencapai garis permukaan air dibawah tanah.
  4. Kolom beton yang digunakan sebagai penghantar adalah kolom beton bagian luar.
  5. Pipa penyalur air hujan + minimal dua pengantar penurusan khusus.
  6. Jarak antar penghantar
    1. Tinggi < 25 m           max. 20 m
    2. Tinggi 25 – 50 m      max (30 – (0,4xtinggi bangunan))
    3. Tinggi > 50 m           max 10 meter.

SYARAT PEMBUMIAN/TAHANAN PEMBUMIAN
  1. Dipasang sedemikian sehingga tahan pembumian terkecil.
  2. Sebagai elektroda bumi dapat digunakan
    1. Tulang baja dari lantai kamar, tiang pancang (direncanakan).
    2. Pipa logam yang dipasang dalam bumi secara tegak.
    3. Pipa atau penghantar lingkar yang dipasang dalam bumi secara mendatar.
    4. Pelat logam yang ditanam.
    5. Bahan yang diperuntukkan dari pabrikan (spesifikasi sesuai standar)
  3. Dipasang sampai mencapai permukaan air dalam bumi.
  4. Masing-masing penghantar dari suatu instalasi yang mempunyai beberapa penghantar harus disambungkan dengan elektroda kelompok.
  5. Terdapat sambungan ukur.
  6. Jika keadaan alam tidak memungkinkan,
  7. Masing-masing penghantar penurunan harus disambung dengan penghantar lingkar yang ditanam dengan beberapa elektro tegak atau mendatar sehingga jumlah tahan pembumian bersama memenuhi syarat.
  8. Membuat suatu bahan lain (bahan kimia dan sebagainya) yang ditanam bersama dengan elektroda sehingga tahan pembumian memenuhi syarat.
  9. g.   Elektroda bumi yang digunakan untuk pembumian instalasi listrik tidak boleh digunakan untuk pembumian instalasi penyalur petir.

BANGUNAN YANG MEMPUNYAI ANTENA

1.      Antena harus dihubungkan dengan instalasi penyalur petir dengan penyalur tegangan lebih, kecuali berada dalam daerah perlindungan.
2.      Jika antena sudah dibumikan, tidak perlu dipasang penyalur tegangan lebih.
3.      Jika antena dpasang pada bangunan yang tidak mempunyai instalasi petir, antena harus dihubungkan melalui penyalur tegangan lebih.
4.      Pemasangan penghantar antara antena dan penyalur petir sedemikian menghindari percikan bunga api.
5.      Jika suatu antena dipasang pada tiang logam, tiang tersebut harus dihubungkan dengan instalasi penyalur petir.
6.      Jika antena dipasang secara tersekat pada suatu tiang besi, tiang besi ini harus dihubungkan dengan bumi.

CEROBONG YANG LEBIH TINGGI DARI 10 M

  1. Instalasi penyalur petir yang terpasang dicerobong tidak boleh dianggap dapat melindung bangunan yang berada disekitarnya.
  2. Penerima harus dipasang menjulang min 50 cm di atas pinggir cerobong.
  3. Alat penangkap bunga api dan cincin penutup pinggir bagian puncak dapat digunakan sebagai penerima petir.
  4. Instalasi penyalur petir dari cerobong min harus mempunyai 2 penurunan dengan jarak yang sama satu sama lain.
  5. Tiap-tiap penurunan harus disambungkan langsung dengan penerima.


PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
  1. Setiap instalasi penyalur petir harus dipelihara agar selalu bekerja dengan tepat, aman dan memenuhi syarat.
  2. Instalasi penyalur petir petir harus diperiksa dan diuji :
    1. Sebelum penyerahan dari instalatir kepada pemakai.
    2. Setelah ada perubahan atau perbaikan (bangunan atau instalasi)
    3. Secara berkala setiap dua tahun sekali.
    4. Setelah ada kerusakan akibat sambaran petir.
  3. Dilakukan oleh pegawai pengawas, Ahli K3 atau PJK3 Inspeksi.
  4. Pengurus atau pemilik wajib membantu (penyedian alat)

Dalam pemeriksaan dan pengujian  hal yang perlu diperhatikan :
  1. Elektroda bumi, terutama pada jenis tanah yang dapat menimbulkan karat.
  2. Kerusakan-kerusakan dan karat dari penerima, penghantar
  3. Sambungan-sambungan
  4. Tahanan pembumian dari masing-masing elektroda maupun elektorda kelompok.
  5. Setiap hasil pemeriksaan dicatat dan diperbaiki.
  6. Tahanan pembumian dari seluruh sistem pembumian tidak boleh lebih dari 5 ohm.
  7. Dilakukan pengukuran elektroda pembumian.